B+ : “LAUNCH by John Spencer”.

Jika kita mendengar kata kreativitas, hal apakah yang pertama kali muncul dibenak kita? Apakah kita memikirkan tentang pelukis, seniman, musisi, aktris ataupun pelaku seni lainya? Jika iya, maka kita belum memahami makna dari kreativitas itu sendiri. Seringkali kita terjebak antara makna kreativitas dengan jenis–jenis manusia kreatif. Lalu apakah itu kreativitas? Menurut KBBI, kreativitas adalah kemampuan untuk mencipta. Selain itu, disebutkan juga bahwa kreativitas adalah suatu kemampuan dalam menciptakan hal-hal baru. Dari dua definisi tersebut, dapat digaris bawahi adanya kata “menciptakan”. Ya, memang kreativitas merupakan kemampuan seseorang untuk menciptakan sesuatu hal, baik dalam bentuk karya nyata maupun ide atau gagasan.

Kreativitas terjadi dari sebuah penciptaan suasana yang mampu merangsang gagasan atau ide karena suasana cenderung mempengaruhi cara otak untuk berdaya cipta. Hanya saja gagasan yang ditimbulkan itu masih belum terarah atau masih berupa gagasan bebas dan abstrak. Oleh karena itu, dibutuhkan metode untuk mengarahkan gagasan abstrak menjadi gagasan nyata. Design thinking adalah metode yang tepat untuk dijadikan kerangka berpikir untuk mengaplikasikan kreativitas tersebut. Design Thinking sendiri merupakan sebuah pendekatan atau metode pemecahan masalah dimana designer dituntut untuk memiliki kemampuan berpikir yang runtut dan kemampuan pengolahan data yang baik. Dalam metode ini, kreativitas dan Design Thinking merupakan hal yang sangat erat hubungannya. Dalam setiap fase atau tahapan, kita dituntut untuk menggunakan kreativitas kita. Pada fase Empathize, kreativitas akan menentukan kualitas pertanyaan yang diajukan dalam mengumpulkan data dan melihat dengan jeli inti permasalahannya. Selanjutnya pada Ideate kita harus memfokuskan pada penciptaan ide, dimana kita menyelesaikan masalah menjadi sebuah solusi yang inovatif. 

Dalam artikel ini, akan dibahas aplikasi Design Thinking yang digunakan di duni pendidikan. Disini peran guru sangatlah vital karena guru diharuskan mampu menanamkan kerangka berpikir yang baik sehingga siswa mampu merealisasikan ide-ide kreatif mereka yang masih abstrak menjadi konkrit.

LAUNCH merupakan pengembangan dari metode Design Thinking yang memberikan cara yang mudah dipahami oleh anak untuk mengaplikasikan Design Thinking di lingkungan sekolah. Fase yang dipaparkan dalam LAUNCH dinilai lebih mudah dipahami oleh anak karena setiap fase memberikan guideline point yang aplikatif. LAUNCH membagi fase Empathize dalam Design Thinking menjadi dua yaitu Look, Listen and Learn dan Ask Tons of Question. Selain itu, ada satu fase terakhir yaitu Launch to the Audience. Sehingga LAUNCH memiliki sebuah siklus yang terdiri dari 7 fase sebagai berikut:

  • Look, Listen and learn.

Ini adalah fase pertama dimana “awareness” menjadi point utama. Siswa harus memiliki benar-benar paham tentang siklus yang ada di LAUNCH sehingga pada fase pertama ini siswa akan mempunyai gambaran umum tentang hal-hal apa saja yang harus dilakukan dari fase LAUNCH pertama ke fase terakhir. Siswa harus memiliki awareness pada “general issue” yang terjadi pada lingkungannya dan bagaimana orang disekitar menyikapi atau merespon issuetersebut. Sehingga pada akhirnya general issue tersebut menjadi masalah yang akan digali akarnya.

  • Ask a Ton of Question

Setelah siswa-siswa menyadari tentang  dari masalah yang akan kita gali akarnya, siswa-siswa dapat menyusun sejumlah pertanyaan sesuai dengan batasan masalah. Disinilah para siswa dituntui memiliki rasa ingin tahu yang besar. Pertanyaan yang disusun harus mengarah pada factor penyebab masalah, akar masalah, kebutuhan dari user/audience dan solusi dari sebuah masalah tersebut. Kemampuan bertanya disini juga dibutuhkan agar informasi yang didapat nantinya dapat diolah menjadi data. Ini adalah fase untuk menstimulus kreativitas dalam menggali informasi untuk mencari akar permasalahan dalam bentuk pertanyaan yang terarah.

  • Understand the problem or process.

Ini adalah fase dimana siswa harus mengetahui bagaimana sebuah masalah tersebut terjadi, apa saja sistem yang berjalan atau standard apa saja yang sudah dijalani. Pada fase ini siswa harus kreatif dalam mencari referensi atau sumber informasi yang terkait. Setelah mengetahui sistem tentang sebuah issue atau masalah tersebut dan memperoleh data yang sesuai, data dapat dilolah dan dikerucutkan ke akar permasalahan untuk mendapat solusi yang dibutuhkan.

  • Navigate the ideas.

Pada fase ini, siswa mengumpulkan sejumlah ide yang mungkin muncul. Lalu ide-ide tersebut dikaitkan dan dianalisa dengan sistem dan standard yang berjalan dari sebuah masalah tersebut. Setelah itu, siswa baru dapat mengolah ide yang sesuai sistem dan standard yang dipakai sehingga ide tersebut akan aplikatif untuk user/audience. Ide tersebut adalah sebuah konsep tentang produk konkret yang akan mereka buat.

  • Create a prototype.

Ini adalah proses kreatif dimana sebuah konsep diwujudkan dalam sebuah produk yang tepat guna yaitu tepat untuk user/audience dan sesuai dengan sistem yang berjalan. Pengaplikasian dari landasarn teori  pada fase ini digunakan sebagai support untuk berjalannya sistem atau standard dari produk itu dan hasil pengolahan data dari user/audience akan menentukan efektivitas dari produk tersebut. 

  • Highlight what’s working and fix what’s failing.

Ini adalah proses uji coba dengan menerapkan langsung produk pada beberapa user atau audience. Disini siswa akan melakukan trial and error yang mana siswa harus benar-benar mampu untuk mengamati dan mengidentifikasi kelemahan dari ide itu. Setelah siswa mengidentifikasi kelemahan dari ide-ide tersebut, siswa-siswa harus menindaklanjutinya dengan cara merevisi ide tersebut. Siswa harus mencari cara agar ide tesebut dapat aplikasikan dengan optimal. Setelah mengetahui respon dari user atau efek dari ide yang diaplikasikan, siswa diharapkan mempunyai indikator tentang standard kualitas dari ide tersebut. 

  • Launch It!

Ini adalah fase terakhir dimana siswa sudah cukup yakin akan kualitas dari ide produk yang ditawarkan dan siap untuk menerapkannya pada orang banyak. Yang harus dipertimbangkan dalam siklus ini adalah siswa harus menyiapkan media agar konsep dari produk tersampaikan dengan mudah dan aplikatif.

             Setiap fase pada LAUNCH membuat proses berpikir kreatif siswa menjadi terarah. Struktur dari setiap fase tersebut menjadi sebuah kerangka berpikir dan membawa konsep kreativitas yang awalnya abstrak dan bebas menjadi sebuah konsep yang jelas dan konkret. Pembelajaran dengan menggunakan LAUNCH merupakan wujud dari pengaplikasian Design Thinking. Siswa akan menjadi pribadi yang berani mengambil resiko secara positif. Dalam arti, dengan keterbatasan dan ketersediaan yang ada mereka terdorong untuk menciptakan sesuatu inovasi. Mereka pun akan termotivasi untuk mempunyai “awareness” akan melihat suatu topik, ide, masalah dll secara lebih detail. Siswa juga dapat menjadi thinker dan independent problem solver dimana mereka mempunyai keterampilan untuk melihat suatu masalah secara berbeda dan tergerak untuk menyelesaikannya. Sehingga ketika mereka mengaplikasikan LAUNCH mereka juga akan menjadi product maker karena disini siswa akan menciptakan product konkret dari konsep atau solusi yang didapat dari proses Design Thinking. ***

Advertisement

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s