
Untuk menghadapi abad ke 21, guru perlu mempersiapkan anak didik memiliki kerangka berfikir yang runtut. Kerangka berfikir runtut akan memudahkan mereka menjadi penemu, pencipta dan pemikir kreartif yang sangat dibutuhkan di masa yang akan datang. Sebagai langkah awal bisa dimulai dengan memperkenalkan cara berpikir design thinking. Namun cara memperkenalkannya haruslah disesuaikan dengan porsi dan bagaimana cara anak-anak menerima knowledge baru.
Design thingking sebagai salah satu metode yang akhir-akhir ini banyak digunakan untuk memecahkan masalah ternyata belum terlalu populer di dunia pendidikan. Hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Pertama, design thinking lebih dikenal untuk memecahkan masalah di bidang industri atau bisnis, kedua guru belum terinformasikan tentang metode design thinking. Guru-guru lebih familiar dengan teaching method seperti project based learning, experince learning, dsb. Ketiga apabila guru sudah mengenal design thinking mereka masih ragu-ragu untuk mengaplikasikannya di dalam kelas. Hal ini karena menjalankan proses design thinking di dalam kelas bukan hal yang mudah dan memerlukan waktu yang lama. Lalu bagaimana cara yang mudah untuk memperkenalkan cara berpikir design thinking pada anak-ank? LAUNCH Cycle yang diciptakan oleh John Spencer dan A.J. Juliani mungkin bisa menjawabnya.
LAUNCH Cycle adalah framework yang bisa digunakan untuk membentuk kerangka berpikir design thinking. Framework ini sangat cocok untuk diterapkan di dalam dunia pendidikan karena selain menggunakan terminologi yang khas anak-anak sekolahan, juga memiliki lesson plan yang sangat mudah diterapkan di dalam kelas. LAUNCH cycle dapat diaplikasikan untuk anak TK hingga SMA.

Tahap –tahap LAUNCH cycle memberikan garis besar perjalanan membentuk kerangka berpikir berawal dari melihat, mendengarkan dan mempelajari. Langkah selanjutnya adalah bertanya sebanyak-banyaknya, paham masalah dan prosesnya, membuat ide, menciptakan dan meneliti keberhasilan dan kegagalan dari ide yang diciptakan. LAUNCH cycle juga memberikan gambaran yang jelas guru dan murid tentang proses membuat, membangun, mengeksplorasi dan menciptakan.
- Look, Listen, and Learn
Pada tahap pertama, anak akan melakukan berbagai macam cara seperti wawancara dan pengamatan untuk menemukan lebih banyak lagi informasi yang dapat diolah menjadi data nantinya. Pada tahap ini anak berada pada tahapan sadar dan peka bahwa ada masalah yang muncul.
- Ask Lots of Questions
Pada tahap kedua, muncul jembatan antara “kesadaran” dan “penelitian”. Jika pada tahap pertama, anak diminta untuk lebih sadar dan peka terhadap sebuah permasalahan, pada tahap kedua anak diminta untuk memiliki rasa ingin tahu yang sangat besar. Anak diminta membuat sebanyak-banyaknya pertanyaan. Sudah menjadi rahasia umum tidak banyak anak yang mampu membuat pertanyaan yang bagus yang menyasar pada pokok permasalahan. Justru dengan minimnya kemampuan membuat pertanyaan ini menimbulkan sikap rasa ingin tahu yang besar. Menurtu John Spencer, jika sikap “wondering” besar, maka anak akan selalu mengajukan pertanyaan-pertanyaan secara teratur. JIka ini terus dilakukan anak tersebut akan memiliki kemampuan bertanya yang bagus. Salah satu aktivitas yang dilakukan untuk menstimulasi membuat pertanyaan adalah Wonder days. Pada kegiatan ini, anak diminta untuk memilih topik yang mereka ingin ketahui dan teliti. Setelah itu, mereka diminta untuk merangkum dan melihat apakah ada pertanyaan baru yang dapat mereka tanyakan. Jangan dilupakan ketika anak mengembangkan pertanyaan, mereka membutuhkan feedback yang akan mengarahkan mereka kepada perbaikan. Feedback tidak hanya didapatkan dari guru, akan tetapi juga bisa didapatkan dari anak yang lain. Saat mendapatkan feedback inilah anak akan belajar tentang pertanyaan yang baik dan yang tidak baik. Semakin banyak pertanyaan yang diajukan, anak akan dapat melihat ruang lingkup masalah mereka. Jadi, tindakan mengajukan pertanyaan ini sebetulnya membimbing anak untuk memecahkan masalah yang sedang mereka hadapi.
- Understand the Problem or Process
Tahap ketiga dari Launch Cycle ini sama seperti dengan tahap define pada proses Design Thinking. Setelah selesai menanyakan pertanyaan, siswa akan mulai melakukan sebuah penelitian. Pada tahap ini, siswa mungkin akan meneliti apa yang menyebabkan sebuah permasalahan dapat terjadi dan efek apa yang ditimbulkan dari permasalahan tersebut. Bahkan siswa juga bisa melakukan sebuah penelitian yang sudah dilakukan oleh orang lain sebelumnya dengan gagasan-gagasan yang mereka miliki untuk menyelesaikan masalah.
- Navigate Ideas
Setelah selesai dengan tahap understand the problem or process, tahap keempat pada Launch Cycle ini seperti tahap ideate pada proses Design Thinking. Di tahap ini, siswa akan menerapkan pengetahuan yang baru mereka peroleh untuk menemukan solusi. Siswa tidak hanya bertukar pikiran atau brainstrom, tetapi juga melakukan analisa pada gagasan-gagasan dan menggabungkan ide-ide yang mereka miliki. Langkah selanjutnya adalah mengkonsep apa yang akan mereka ciptakan.
- Create
Tahap create adalah sebuah tahap dimana siswa harus mengubah ide-ide kreatif yang ada di angan mereka menjadi nyata. Sama seperti tahap prototype pada Design Thinking, pada tahap ini, siswa akan menciptakan prototype yang nantinya akan digunakan untuk menyelesaikan masalah. Prototype dapat berupa produk digital maupun produk nyata. Prototype juga dapat berupa karya seni, dan bahkan dapat berupa tindakan atau sebuah sistem.
- Highlight What’s Working and Failing
Setelah berhasil di tahap create, siswa akan memasuki tahap terakhir pada Launch Cycle. Tahap ini sama seperti tahap test pada proses Design Thinking. Siswa akan melakukan uji coba, kemudian menentukan apa yang berhasil dan apa yang tidak berhasil. Mereka juga harus mempunyai visi yang jelas tentang kualitas seperti apa yang ingin mereka ciptakan, serta bagaimana mereka akan menilainya. Tujuan utama dari tahap ini adalah melihat bahwa proses revisi adalah sebuah percobaan yang penuh dengan iterasi. Setiap kesalahan adalah suatu hal yang dapat membawa mereka lebih dekat dengan kesuksesan.
***